Welcome to my Blog, King's Ardent! Follow/Comment/Share
King's Ardent - Pada 25 September 1945, tentara sekutu dan NICA mendarat di Surabaya. Mereka mengibarkan benderah Merah-Putih-Biru (bendera Belanda) di Hotel Yamato. Tindakan orang-orang Indo-Belanda tersebut menyinggung perasaan rakyat dan para pejuan Surabaya. Para pemuda pejuang Surabaya menurunkan bendera itu dan menyobek warna birunya, kemudian mengibarkan kembali sebagai bendera Merah-Putih.
Pada 27 Oktober 1945, tentara Sekutu tanpa izin pemerintah RI menyerbu penjara Surabaya untuk membebaskan interniran Sekutu dan pegawai Relief of Psioner of War and Internees (RAPWI) yang ditawan oleh Indonesia. Tindakan tersebut tentu saja menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Pada 28 Oktober 1945, para pejuang Surabaya melakukan pembalasan dengan menyerbu pos-pos pertahanan Sekutu di seluruh Kota Surabaya.
Pada suatu pertempuran, Jendral A.W.S Mallaby, panglima tentara Sekutu untuk Pulau Jawa, tewas. Peristiwa itu menimbulkan kemarahan pihak Sekutu. Mayor Jendral R.C. Mansergh komandan pasukan Sekutu tanpa berunding dahulu dengan pihak RI mengeluarkan ultimatum agar para pejuang Surabaya meletakkan senjata dan menyerah selambat-lambatnya pada 10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan oleh para pejuang dan rakyat Surabaya.
Bung Tomo, pemimpin perjuangan rakyat Surabaya, berpidato dengan berapi-api membakar semangat agar berjuang sampai titik darah penghabisan. Demikian pada Gubernur Surabaya Soerjo, pada 9 November 1945, berpidato melalui siaran radio memberi semangat kepada para pejuang untuk mempertahankan daerahnya.
Pagi hari pada 10 November 1945, Sekutu menggempur Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara. Pasukan Inggris memulai aksi pembersihan berdarah sebagai hukuman di seluruh pelosok kota. Namun, arek-arek Surabaya sedikit pun tidak gentar. Mereka dengan penuh patriotik dan heroik terus bertempur menghadapi gempuran tentara Sekutu. Dalam waktu tiga hari hampir separuh kota berhasil dikuasai oleh pihak Sekutu, tetapi pertempuran baru berakhir tiga minggu kemudian.
(Dilansir dari Buku Sejarah Indonesia SMA/MA, Nana Supriatna)
Comments
Post a Comment