Welcome to my Blog, King's Ardent! Follow/Comment/Share
King's Ardent - SETEVEN SPIELBERG seperti sudah meneken kontrak mati untuk selalu membuat film tentang penindasan bangsa Yahudi di dunia ini. Atau apapun bersinggungan dengan hal tersebut. Darah nenek moyangnya seakan luntur bila dia tidak lagi berdongeng tentang tragedi kemanusiaan itu.
Persoalannya apakah Spielberg bisa bertahan dari segala klise? bahkan klise yang bisa jadi muncul dari yang dia ciptakan lewat Schindler's List. Belum lagi ratusan judul tentang hal bagaimana bangsa Yahudi mengalami konflik berkepanjangan.
Baca Juga : Jenuh Rutinitas di Rumah, Ini Kegiatan Fun yang Bisa Kamu Lakukan Sekarang
Lewat Munich, Spielberg berhasil bertahan dari klise. Meski ini bukan mahakarya baru darinya [ napas thriller-nya terlalu generik untuk kaliber Spielberg ], dia masih sanggup menyodokkan kesadaran baru dengan beridiri di dua sisi dalam kejadian September 1972 itu. Dia memilih berdiri di antara Palestina dan Israel. Menarik problem ini menjadi masalah teror. Apa yang harus dibayar dengan keyakinan dari nilai-nilai itu. Apa yang menjadi konsekuensinya. Semua dibuka sangat lebar oleh Spielberg. Ruang debat pun jadi meluas. Ketika terorisme ternyata masih laku jadi pilihan sikap di abad ke21 ini.
Hal itu muncul salah satunya dalam satu sekuens yang 'merampas napas'. Saat penanaman bom yang dilakukan Avner [Eric Bana memainkannya dengan rapih] dkk. Dengan getir Spielberg menjahit sekuens itu dengan posisi sebagai reporter. Merekam semua kegelisahan manusia yang terlibat. Bertubrukkan semua nilai-nilai itu. Kemanusiaan dan eksistensi sebuah bangsa. Merinding. Ini lebih merinding dari opening film yang berhasil membawa saya ke pagi September yang kelam itu. Editing yang brilian juga menopang sudut pandang yang ditembakkan Spielberg.
Kalau ini terasa agak terlalu emosional, saya faham. Spielberg sudah menyodorkannya lewat kalimat seorang Ibu Israel kepada anaknya: " We had to take it because no one would ever give it to us. Whatever it took, whatever it takes, we have a place on earth at last." Anggap saja itu simpati seorang bocah Yahudi pada tanah leluhurnya.
Baca Juga : Inspirasi Desain Interior Rumah Modern Minimalis yang Bersih dan Rapi
Comments
Post a Comment